Setiap pagi, selama beberapa tahun terakhir, ada satu hal yang melekat dalam pandangan mata: mug merah. Mug Merah ini mengalami rutinitas yang monoton setiap hari: menampung kopi panas, membiarkan dirinya dicucup-cucup sampai siang, bahkan sampai sore terkadang, tergeletak sampai pagi, dicuci, lalu mengulang kembali hal yang sama. Yang membuat harinya berbeda mungkin hanya jenis kopi yang ia tampung, atau saat ia libur karena saya sedang prei ngopi, atau lagi, karena saya sedang tidak di rumah.
Mug Merah ini cuma barang murah, tapi setia luar biasa (lebay). Warnanya yang merah cabe dipercaya (oleh saya) dapat membangkitkan semangat. Tapi mungkin juga semangat itu bangkit karena aroma kopinya.
Lalu apa esensi dari tulisan ini? Tidak ada. Saya hanya mengisi waktu, berusaha untuk tetap terjaga supaya nanti jam 4 pagi bisa bangunin suami saya, lalu kita pergi ke kota (kabupaten) sebelah yang jaraknya cuma 1 jam perjalanan kala sepi, menjemput Ayah saya. Bukan apa, hanya saja Ayah sudah berpesan "Jangan sampe krinan (jv: kesiangan/terlambat)", maka lebih baik saya nanti tidur di mobil saja.
Tampaknya pagi ini Mug Merah bakal dapat hari libur.
p.s. sebenarnya tadi saya sempat ketiduran sekitar setengah jam ;P
Labels: between
Post a Comment